Selama ini kita mengenal dua bentuk pengobatan. Pengobatan sebelum terjangkit penyakit / pencegahan ( At thib Al wiqo`i), dan pengobatan setelah terjangkit penyakit (at thib al `ilaji). Nah, dengan mencontoh pola makan
Rasulullah, kita sebenarnya sedang menjalani terapi pencegahan
penyakit dengan makanan. (attadawi bil ghidza`). Ini tentu jauh lebih
baik daripada kita harus “berhubungan” dengan obat-obat kimia.
Dalam setiap aktifitas
dan pola hidupnya, Rasulullah memang sudah disiapkan untuk menjadi
contoh teladan bagi semua manusia., termasuk dalam hal pola makan. Ini bukan perkara remeh. Sebab salah satu faktor penting penunjang fisik prima Rasulullah adalah kecerdasan beliau dalam memilih menu makanan dan mengatur pola konsumsinya.
1. Hal pertama yang menjadi menu keseharian Rasulullah adalah udara segar di subuh hari.
Sudah
umum di ketahui bahwa udara pagi kaya dengan oksigen dan belum
terkotori oleh zat-zat lain. Ini ternyata sangat besar pengaruhnya
terhadap vitalitas seseorang dalam aktifitasnya selama sehari penuh.
Maka tidak usah heran ketika kita tidak bangun di subuh hari, kita
menjadi terasa begitu malas untuk beraktifitas.
2. Selanjutnya rasulullah menggunakan siwak untuk menjaga kesehatan mulut dan giginya.
3. Lepas Subuh, Rasulullah membuka menu sarapannya dengan segelas air yang dicampur dengan sesendok madu asli.
Khasiatnya
luar biasa. Dalam Al qur`an, kata “syifa” / kesembuhan, yang
dihasilkan oleh madu, diungkapkan dengan isim nakiroh, yang berarti
umum, menyeluruh. Di tinjau dari ilmu kesehatan, madu befungsi
membersihkan lambung, mengaktifkan usus-usus, menyembuhkan sembelit,
wasir dan peradangan. Dalam istilah orang arab, madu dikenal dengan “al
hafidz al amin”, karena bisa menyembuhkan luka bakar. (baca : Tak Satupun Zat Di Dunia Yang Sebanding Dengan Madu)
4. Masuk waktu dluha, Rasulullah selalu makan tujuh butir kurma ajwa`/matang.
Sabda
beliau, barang siapa yang makan tujuh butir korma, maka akan
terlindungi dari racun. Dan ini terbukti ketika seorang wanita yahudi
menaruh racun dalam makanan Rasulullah dalam sebuah percobaan
pembunuhan di perang khaibar, racun yang tertelan oleh beliau kemudian
bisa dinetralisir oleh zat-zat yang terkandung dalam kurma. Bisyir ibnu
al Barra`, salah seorang sahabat yang ikut makan racun tersebut,
akhirnya meninggal. Tetapi Rasulullah selamat. Apa rahasianya? Tujuh
butir kurma! Mengapa Tujuh? (Baca : misteri Di Balik Keistimewaan Angka
7)
Dalam sebuah penelitian di
Mesir, penyakit kanker ternyata tidak menyebar ke daerah-daerah yang
penduduknya banyak mengkonsumsi kurma. Belakangan terbukti bahwa kurma
memiliki zat-zat yang bisa mematikan sel-sel kanker. Maka tidak perlu
heran kalau Allah menyuruh Maryam ra, untuk makan kurma disaat
kehamilannya. Sebab memang itu bagus untuk kesehatan janin.
Dahulu, Rasulullah selalu
berbuka puasa dengan segelas susu dan korma, kemudian sholat maghrib.
Kedua jenis makanan itu kaya dengan glukosa, sehingga langsung
menggantikan zat-zat gula yang kering setelah seharian berpuasa.
Glukosa itu suadah cukup mengenyangkan, sehingga setelah sholat
maghrib, tidak akan berlebihan apabila bermaksud untuk makan lagi.
5. Menjelang sore hari, menu Rasulullah selanjutnya adalah cuka dan minyak zaitun.
Tentu
saja bukan cuma cuka dan minyak zaitunnya saja, tetapi di konsumsi
dengan makanan pokok, seperti roti misalnya. Manfaatnya banyak sekali,
diantaranya mencegah lemah tulang dan kepikunan di hari tua, melancarkan
sembelit, menghancurkan kolesterol dan memperlancar pencernaan. Ia
juga berfungsi untuk menncegah kanker dan menjaga suhu tubuh di musim
dingin.
Ada kisah menarik sehubungan
dengan buah tin dan zaitun, yang Allah bersumpah dengan keduanya. Dalam
alquran, kata “at tin” hanya ada satu kali, sedangkan kata “az zaytun”
di ulang sampai tujuh kali. Seorang ahli kemudian melakukan
penelitian, yang kesimpulannya, jika zat-zat yang terkandung dalam tin
dan zaitun berkumpul dalam tubuh manusia dengan perbandingan 1:7, maka
akan menghasilkan ”ahsni taqwim”, atau tubuh yang sempurna, sebagaimana
tercantum dalam surat at tin. Subhanallah! Syaikh Ahmad Yasin adalah
salah seorang yang rutin mengkonsumsi jenis makanan ini, sehingga
wajarlah beliau tetap sehat, kuat dan begitu menggentarkan para yahudi,
meskipun lumpuh sejak kecil. Kalau saja beliau tidak lumpuh,
barangkali sudah habis para yahudi Israel itu.
6. Di malam hari, menu utama Rasulullah adalah sayur-sayuran.
Beberapa
riwayat mengatakan, belaiau selalu mengkonsumsi sana al makki dan
sanut. Anda kenal nama tersebut? Di mesir, kata Dr. Musthofa, keduanya
mirip dengan sabbath dan
ba`dunis. Masih tidak kenal juga? Dr. Musthofa kemudian menjelaskan,
secara umum sayur-sayuran memiliki kandungan zat dan fungsi yang sama,
yaitu memperkuat daya tahan tubuh dan melindunginya dari serangan
penyakit. Jadi, asalkan namanya sayuran, sepanjang itu halal, Insya
Allah bergizi tinggi. Maka, para penggemar kangkung dan bayam tidak usah
panik. Para pedagang tauge juga tidak perlu pindah haluan. OK?
Disamping menu wajib di atas,
ada beberapa jenis makanan yang disukai Rasulullah tetapi beliau tidak
rutin mengkonsumsinya. Diantaranya tsarid, yaitu campuran antara roti
dan daging dengan kuah air masak. Jadi ya kira-kira seperti bubur ayam
begitulah. Kemudian beliau juga senang makan buah yaqthin atau labu manis, yang terbukti bisa mencegah penyakit gula. Kemudian beliau juga senang makan anggur dan hilbah.
Sekarang masuk pada tata
cara mengkonsumsinya. Ini tidak kalah pentingnya dengan pemilihan
menu. Sebab setinggi apapun gizinya, kalau pola konsumsinya tidak
teratur, akan buruk juga akibatnya. Yang paling penting adalah
menghindari isrof, atau berlebihan. Kata Rasulullah, “cukuplah bagi
manusia itu beberapa suap makanan, kalaupun harus makan, maka sepertiga
untuk makanannya, sepertiga untuk air minumnya dan sepertiga lagi untuk
nafasnya” (al hadis).
Ketika seseorang terlalu banyak
makanannya, maka lambungnya akan penuh dan pernafasannya tidak bagus,
sehingga zat-zat yang terkandung dalam makanan tersebut menjadi tidak
berfungsi dengan baik. Imbasnya, kondisi fisik menjadi tidak prima, dan
aktifitaspun tidak akan maksimal. Dr. Musthofa menekankan bahwa
assyab`u ,yang berarti kenyang itu bukan al imtila`, atau memenuhi.
Tetapi kenyang adalah tercukupinya tubuh oleh zat-zat yang
dibutuhkannya, sesuai dengan proporsi dan ukurannya. Jadi ini penting;
jangan kekenyangan!
Kemudian Rasulullah juga
melarang untuk idkhol at thoam alatthoam, alias makan lagi sesudah
kenyang. Suatu hari, di masa setelah wafatnya rasulullah, para sahabat
mengunjungi Aisyah ra. Waktu itu daulah islamiyah sudah sedemikian luas
dan makmur. Lalu, sambil menunggu Aisyah ra, para sahabat, yang sudah
menjadi orang-orang kaya, saling bercerita tentang menu makanan mereka
yang meningkat dan bermacam-macam. Aisyah ra, yang mendengar hal itu
tiba-tiba menangis. “apa yang membuatmu menangis, wahai bunda?” tanya
para sahabat.
Aisyah ra lalu menjawab,
“dahulu Rasulullah tidak pernah mengenyangkan perutnya dengan dua jenis
makanan. Ketika sudah kenyang dengan roti, beliau tidak akan makan
kurma, dan ketika sudah kenyang dengan kurma, beliau tidak akan makan
roti”. Dan penelitian membuktikan bahwa berkumpulnya berjenis-jenis
makanan dalam perut telah melahirkan bermacam-macam penyakit. Maka
sebaiknya jangan gampang tergoda untuk makan lagi, kalau sudah yakin
bahwa anda sudah kenyang.
Yang selanjutnya , rasulullah tidak makan dua jenis makanan panas atau dua jenis makanan yang dingin secara bersamaan.
Beliau juga tidak makan ikan dan daging dalam satu waktu dan juga tidak
langsung tidur setelah makan malam, karena tidak baik bagi jantung.
Beliau juga meminimalisir dalam mengkonsumsi daging, sebab terlalu
banyak daging akan berakibat buruk pada persendian dan ginjal. Pesan
Umar ra ” Jangan kau jadikan perutmu sebagai kuburan bagi hewan-hewan
ternak!”.
Maha besar Allah Yang Telah
mengutus seorang suri tauladan dari kalangan manusia, seandainya engkau
mengutus dari kalangan malaikat niscaya, semakin keras bantahan
manusia.
(disarikan dari Ceramah Umum
“ghidza`unnabi” oleh Prof. Dr. Musthofa Romadlon di Wisma Nusantara,
Kairo. Mesir) tulisan ini ditulis oleh Muhammad As'ad Mahmud, Lc.
0 komentar:
Posting Komentar